Headquaretr chapter 11.
DGrayman © Hoshino Katsura. Code Geass © Clamp. Eyeshield 21 © Riichiro Inagaki and Yusuke Murata. Headquarter © Ai.
Pair: LavEnYuu, HiruSena, SuzaLulu.
WARNING! Yaoi, OOC, Crossover, abal, gaje, segudang kelebayan di dalamnya. If you don’t like, then, don’t read. It’s FanFiction!
Hope you like end enjoy. Happy reading!
Xx---xX
Headquarter
[Eleven]
Xx---xX
Glegaaar!
Kilatan petir menyambar-nyambar. Dalam menara tinggi itu terjadi pertempuran yang sangat sengit. Angin berhembus kencang menerpa para Exorcist yang sedang bertarung di lantai dasar.
“Kyaaa!” Lenalee menjerit menahan roknya yang hampir tersingkap sempurna. Suatu momen yang membuat Lavi refleks jongkok untuk melihat “sesuatu” di balik rok itu. Biasa, pikiran lelaki.
“Lavi!!” tendang Lebalee tepat pada mata kiri Lavi. Sukseslah Lavi mengaduh kesakitan dan lompat-lompat bak kelinci peliharaan Jerry. Jerry pelihara kelinci? Yup! Katanya, sih, buat asisten dia bantuin Sena bangun pagi.
“Aagh!” Kanda terlempar akibat menahan serangan Akuma raksasa yang mereka lawan.
|Ada apa ini?! Apa yang terhjadi?| Mendengar yang ada hanya teriakan dan suara ledakan saja, Nunnaly makin ketakutan. Nunnaly tak bisa melihat. Ia buta dan lumpuh ketika kerajaannya dan sang kakak diserang oleh Akuma. Boleh dibilang, Leluoch dendam pada Akuma yang sudah merampas kaki dan mata adiknya.
|Nii-san…| Suara hati Nunnaly.
“Lenalee! Lindungi Nunnaly!” Akuma raksasa menyerang Nunnaly.
“Kyaaaa!”
BRUGH!
Xx--------------------------------------------------------------------------------xX
Traaang!
Braaak!
“Kekkai ini tak hancur juga!” Allen berkali-kali menyerang Kekkai yang menghalangi ia dan Lelouch untuk menyelamatkan Sena. Lelouch tak bisa membantu banyak karena Innocence-nya adalah tipe parasit penghipnotis.
“Siaaal!” umpat Allen, sementara suara ringisan Sena makin terdengar oleh mereka berdua.
“Hiruma… san… Hiru…,” bibir kecil itu bergetar ketakutan. Tubuhnya masih disiksa dan dinikmati secara bersamaan oleh Agon, Akuma yang memakan Riku.
“Hiru… ma.”
“Jangan sebut nama sampah itu lagi!” Agon kembali menampar Sena. Tubuh Sena penuh luka. Dari kepalanya mengucur darah walaupun tak deras. Tubuhnya menggigil.
“Tasukete…,”
“Senaaaa!” teriak Allen dari luar kekkai. Ia terus menyerang kekkai dengan Crown Clown miliknya. Lelouch hanya bisa melihat dengan pasrah.
“Allen… apa kita tinggalkan saja?” sambung Lelouch.
“Aku gak akan ninggalin Sena! Gak akan ada yang bisa masak seenak dia!” ujar Allen teguh—dengan alasan yang kurang tepat dengan sikon tentunya.
Xx--------------------------------------------------------------------------------xX
Asap tebal mengepul dari arah lantai bawah, membuat para Exorcist di lantai itu tak bisa melihat apapun. Mereka hanya terbatuk-batuk.
“Uhuk… uhuk… apa ini?!” tanya Lavi.
“Uhuk… entah!” sahut Lenalee.
“Uhuk.. huek… haghag… tralalalala.”
“Ajegile, batuk siapa, tuh?!” Lavi bergidik ngeri. Takut-takut arwah veteran Bookman lain nemplok di sebelahnya dan ikutan batuk- batuk.
“Gak tau suara siapa! Udah cempreng, batuknya tak bernilai estetika pula! Gak tau diri!” Lenalee.
“Bukan aku! Batukku lebih berirama dengan nada dasar do!” sambung Kanda tak rela dituduh.
Tanpa para Exorcist ketahui, suara batuk tak berestetika itu adalah suara batuk dari sang Akuma.
“………”
“……..”
Asap mulai menghilang. Semua kembali dapat melihat sekeliling.
“Maaf, aku terlambat. Kalian baik-baik saja, kan?” sebuah suara menyeruak masuk. Suara yang sangat mirip dengan Kanda. Dengan suara batuk bernada dasar do. Seorang pria yang melindungi Nunnaly dengan menaiki mecha putih keemasannya.
“Suzaku!” Lavi berubah cerah melihat rekannya dari Oceania itu datang. Ia melindungi Nunnaly dari serangan Akuma dengan menjadikan Lancelot sebagai tameng.
“Lama gak ketemu, Cabang Eropa!” sapa Suzaku, “Tapi entar aja silaturahminya! Kita bereskan dulu Akuma satu ini!” ia kembali mengaktifkan Lancelot dan menyerang Akuma. Lavi dan yang lainnya ikut menyerang.
Trang!
Braaak!
Pshiuuuu!
Dar-der-dor!
Touchdooown!
Macam-macam suara yang di dengar Nunnaly. Suara pedang yang beradu, suara pukulan, teriakan, bahkan suara ‘Touchdown’ yang seharusnya salah tempat—dan nyatanya, humor ini emang salah tempat!—membuatnya ketakutan.
“Suzaku-nii, ada apa?” tanya Nunnaly takut-takut.
“Tidak ada apa-apa, Nunnaly, tenang saja.”
“Mana Nii-chan?”
Nunnaly makin ketakutan. Ia menahan lengan Suzaku yang sedari tadi asyik mengendalikan Lancelot-nya.
“Lulu… dia ada. Tenang saja. Dia pasti datang kemari,” Suzaku mencoba menenangkan Nunnaly. Dirasakannya tangan Nunnaly gemetar.
|Apa yang terjadi? Aku tak bisa melihat… aku takut. Nii-chan dimana? Macam-macam pikiran Nunnaly|
“Nunnaly, saat seperti ini, lebih baik berdoa sajalah… semoga pertempuran ini cepat selesai,”sambung Suzaku bijak.
|Ya Tuhan. Pertempuran?! Batin Nunnaly. Namun Nunnaly menuruti apa yang dikatakan Suzaku. Ia mengatupkan kedua belah telapak tangannya dan berdoa.
Dhuazh!
Akuma yang ditendang Lenalee terlempar ke belakang. Melemah.
“Akuma-nya melemah!” seru Lavi langsung mempersiapkan serangan berikutnya.
Tak lama, muncul cahaya putih dari arah lantai. Muncul cahaya dari diagram sihir yang terukir di lantai batu itu.
“Gempaaa!” Kanda berseru merasa tanah reruntuhan itu bergetar. Seketika, simbol dari diagram itu memancarkan sinar kehijauan yang berkumpul di satu arah. Innocence.
“Innocence?! Kenapa bisa keluar?!” heran Lenalee. Padahal, sedari tadi mereka bertempur, sama sekali tak ada reaksi dari Innocence tersebut.
Suzaku melihat sekeliling. Ia mengambil hipotesa setelah melihat gesture berdoa Nunnaly, “Mungkin, Innocence itu beresonansi pada Nunnaly...”
“Resonansi?” ketiga Exorcist Eropa bingung.
Cahaya tersebut makin terang dan terang. Ia mengeluarkan cahaya yang sangat kuat, bahkan memusnahkan Akuma itu. Tak hanya itu, sang cahaya turut memusnahkan kekkai yang ada di daerah paling atas menara. Tempat Allen dan Lelouch.
Braaak!
“Leleouch, aku berhasil! Kekkai-nya pecah!” Allen girang. Dengan hanya sekali serang, kekkai itu musnah. Ia dan Lalouch bergegas masuk ke dalam kamar.
“Sena!”
“Aaagh!” Agon merasa kesakitan akibat resonansi itu.
Praaang!
Ia melepaskan Sena dan kabur memecahkan kaca jendela. Terbang entah kemana.
“Tunggu, kau, Agon!” teriak Allen. Terlambat, Agon sudah menghilang.
“Allen… lihat…,” Lelouch mengajak Allen melihat Sena, “Tatapan matanya kosong….”
“Apa? Kenapa…?” Allen menutupi tubuh Sena dengan coat-nya. Ia mengguncang tubuh koki mungil itu.
“Sena! Sadarlah!” guncang Allen. Tubuh mungil itu tak memberikan respon. Ia bahkan tak menjawab. Tatapan matanya kosong.
“Sena!!” Allen kembali mengguncang tubuh mungil itu. Sama, tak ada respon.
“Allen… kita bawa dulu dia kembali ke markas,” Lelouch mencoba menenangkan.
“Sialaaaaaan!” umpat Allen memeluk tubuh Sena.
Xx--------------------------------------------------------------------------------xX
“Ap-Apa itu, cho?” Chomesuke yang menunggu di luar terperangah melihat cahaya itu. Ia mulai khawatir dan mengejar ke dalam reruntuhan.
“Ada apa, cho?!” tanyanya setelah sampai di tempat para Exorcist. Dilihatnya Lenalee menggeleng. Semuanya terdiam.
“Mana Allen dan Lelouch, cho?” Chomesuke celingukan.
“Chomesuke…,” panggil Allen. Ia menggendong tubuh Sena dan turun ke lantai dasar bersama Lelouch.
“Suzaku? Kenapa kau ada di sini?” tanya Leleouch melihat pengawal pribadinya itu.
“Kamu kabur dari markas, Lulu! Aku kewalahan mencarimu, tahu! Untunglah aku mendapat kabar dari supervisor kalau kau kabur ke Eropa bersama Nunnaly!”
“Uuukh… oke…” Lelouch mengalah. Tumbenan akur-akuran sama Suzaku. Biasanya, berantem sampai cakar-cakaran.
“Sena kenapa, cho?” tanya Chomesuke. Allen tak mampu mengatakan apa yang terjadi. Ia masih shock dengan keadaan sahabatnya itu.
“Kita kembali dulu ke markas. Nanti kuceritakan selengkapnya,” ucap Lelouch. Ia melihat sekeliling untuk memastikan tak ada satu anggotapun yang kurang. Tunggu! Ada yang beda! Nunnaly.
“Nunnaly…?” Lelouch hampir tak percaya melihat adik perempuannya. Semuanya ikut menoleh dan kaget melihat keadaan Nunnaly.
“Syukurlah, Nii-chan tidak apa-apa. Nii-chan cocok sekali mengenakan seragam Exorcist itu.” mata gadis itu terbuka. Ia bisa melihat. Mata violet yang sama dengan Lelouch.
“Suzaku?” Nunnaly memandang lelaki yang berdiri di belakang kakaknya itu.
“Nunnaly!” Lelouch memeluk Nunnaly. Adiknya kembali mendapatkan pengelihatan, walaupun tidak dengan kakinya.
Hm… hipotesa Suzaku. Resonansi Innocence itu telah mengabulkan doa Nunnaly. Mungkin; ‘melihat kakaknya kembali’. Kemana Innocence itu? Sudah diamankan Kanda guna dibawa ke markas.
Xx--------------------------------------------------------------------------------xX
“Jadi, inikah Innocence yang tersembunyi di reruntuhan itu? Pantas saja reruntuhan itu sendiri yang tidak hancur layaknya reruntuhan lainnya,” telusur Reveer yang melihatnya dari layar ruang tamu.
“Terima kasih untuk kalian yang sudah membantu, cabang Oceania. Suzaku dan Lulu. Ah… juga Nunnaly!” ucap Komui. Saat ini, wajahnya berdua terpantul di layar ruang tamu.
“Ehm! Lelouch!” koreksi Lulu-eh, Lelouch.
“Komui… tapi Sena…,” Lavi melirik pintu masuk. Allen belum juga datang melapor. Murid Cross itu masih sibuk menemani Sena. Mengobati lukanya.
“Bocah itu masih dengan tatapan kosong. Entah apa yang terjadi padanya,” sahut Cross memasuki pintu ruang tamu.
“Cross Marian!” Komui berseru.
“Kurasa aku harus di sini lebih lama lagi. Kelihatannya, keadaan jadi makin gawat. Aku dan Chomesuke akan berada di sini untuk mengawasi para Exorcist ini. Tak masalah, kan, Komui?” Cross duduk dambil tetap menghisap rokoknya.
“Yup! Tak apa. Sekalian aku titip Lenalee. Laporan untuk Bak tak masalah. Biar kami yang kerjakan!” Komui menyetujui. Layar itupun switch off.
“Untuk sekarang, kita harus lebih waspada,” Cross menghimbau para Exorcist di ruangan itu.
“Kalian harus meningkatkan kemampuan kalian. Bisa saja para Noah itu menyerang dadakan!”
Para Exorcist mengangguk. Mereka setuju untuk berlatih.
“Dan untuk kasus Sena, kuminta Suzaku dan Lelouch membawanya terapi ke Oceania.”
“Siap!” Suzaku dan Lulu menjawab lantang.
“Oke. Untuk beberapa hari ini, kalian menginap saja di sini dulu. Kita masih harus berunding untuk rencana ke depannya!”
Xx--------------------------------------------------------------------------------xX
Di lorong markas Noah yang gelap, Hiruma berjalan sendirian dengan menenteng senjata apinya. Ia tak peduli kala Road masih mengudarakan siaran tangisnya live selama satu setengah jam. Itu urusan Tyki, bukan urusan gue!
“Ada Hiruma! Ayo minggir! Beri jalan!” para Akuma yang ada di lorong tersebut segera meminggir. Mereka memang tunduk pada Noah.
Langkahnya terhenti saat ia berpapasan dengan Agon.
“Kemana saja kau, Dread Sialan?” tanya Hiruma pada Akuma itu.
“Hanya jalan-jalan. Menikmati sensasi…,” jawab Agon.
“Oh,” pendek tanggapan Hiruma. Ia berjalan melewati Agon.
“Ngomong-ngomong, sekarang aku mengerti kenapa kau tertarik pada Exorcist mungil itu,” ucapan Agon menghentikan langkah Noah putih itu.
“Apa maksudmu?” Hiruma menoleh.
Agon menampakkan senyum liciknya, “Ternyata… tubuhnya enak juga. Aku sudah “mencobanya””. Ternyata matamu tak, salah, Sampah!”
“Ap-apa?!” mata Hiruma melebar. Ia mengerti benar arti dari kata “Mencoba”. Apalagi kata itu keluar dari mulut Agon.
“Menyenangkan sekali melihatnya menjerit kesakitan. Melihatnya merintih. Melihat air matanya. Oh, ya… ia juga berulang kali memanggil namamu.”
Mata Hiruma makin terbelalak. Urat-urat di kepalanya langsung mengencang.
“Brengsek!” umpatnya.
“Hahahaha!” tawa Agon puas, “Ada apa, Hiruma?! Kau marah? Tak biasanya aku melihatmu begini. Ayo, coba lawan aku!”
“Sialan!” umpat Hiruma lagi. Kali ini ia menembakkan Ak-47 pada Agon.
“Hahaha! Wajah macam apa itu?!” Agon tertawa, namun tawa itu berhenti ketika merasakan aura Hiruma yang negatif meningkat tajam. Aura membunuh bak iblis.
“Dread Sialan, sepertinya kau cari masalah denganku!” Agon kembali terdiam melihat tubuh Hiruma memancarkan aura gelap. Seketika, kulit Hiruma yang putih pucat itu berubah warna menjadi hitam. Persis kulit Road dan Tyki. Tanda stigma muncul di dahi Hiruma. Gigi taringnya menajam. Ia menggenggam erat berbagai senjata api yang entah dikeluarkannya dari mana.
Hiruma, black Noah version telah tampak.
DUAR! DHUAAAZH!
Agon hancur dalam satu serangan. Serangan dasyat dari Noah hitam itu. Hiruma menghabisinya tanpa ampun. Urat kemarahannya sudah tersulut.
“Dengar!” seru Hiruma pada para Akuma yang lain, yang juga melihat kejadian itu.
“Ada yang mau berurusan lagi denganku?! Ayo maju! Kalian akan berakhir seperti Akuma Dread Sialan tadi!” suara Hiruma meninggi. Para Akuma ketakutan. Tak ada yang berani buka mulut.
“Jangan cari gara-gara denganku!” Hiruma kembali melanjutkan perjalanannya menyusuri lorong itu. Meninggalkan memori menggenaskan bagi para Akuma yang lain.
To Be Continued.
------------------------------------------
Yaaa! Maafkan saiia yang sudah nista memposting chapter terbaru HQ ini di blog saiia! Semoga Anda terhibur! Review? Anda bisa memberikan comment di bawah ini. Maafkan saiia jika ada kesalahan ketik dan banyak kata-kata asing yang gak dicetak miring ato di bold untuk efek bunyi, karena saiia ngedit ini chapter di warnet dan ngedit di warnet itu susahnya minta ampun dan gak nyaman—ditambah kompi warnet yang hobi banget hang!. Maafkan saiia! Untuk itu, saiia minta bagi kalian yang menyimpan Chapter-chapter HQ dari yang pertama sampai terbaru untuk mengirimkannya pada saiia. Akan saiia post lagi di FFn. Kalo di FFn, kan, gak usah ngedit ulang lagi di warnetnya XDD Saiia mohon bantuannya. HQ adalah fanfic yang sayang bila tidak saiia lanjutkan. Thanks for reading!
Mind to comment?
Label: Fanfic
Woooo! Akhirnya lanjut! XD
*hiks* kasian Sena... untung tuh dread jelek dibunuh sama Hiruma. GREAT JOB!! XD
Ditunggu chapter selanjutnya~ XD